Konon, orang yang kreatif itu dianggap spesies langka. Sehingga, selalu diuber-uber. Padahal, tahukah Anda bahwa kreatif itu adalah salah satu sifat Tuhan? Bukankah Dialah Yang Maha Mencipta, Yang Maha Melukis, dan Yang Maha Mengatur? Dengan demikian, disadari atau tidak manusia selaku hamba-Nya meniru sifat-sifat tersebut -tentu saja dengan kapasitasnya sebagai manusia. Persis seperti manusia yang meniru sifat-sifat Tuhan yang lain, semisal Yang Maha Pengasih, Yang Maha Adil, dan Yang Maha Bijaksana.
Perlu digaris-bawahi tebal-tebal, sebagai salah satu inventori otak kanan yang paling berharga, kreativitas bukanlah semata-mata soal menguras ide, tetapi juga soal berburu solusi, membalikkan cara pandang, menggebrak perubahan, atau aktivitas sejenis. Contoh konkretnya, seorang ibu rumah tangga yang menata ulang perabot di rumahnya, seorang guru yang memboyong satu alat peraga yang unik di hadapan murid-muridnya, seorang atlet yang menjajal cara-cara baru untuk mendongkrak prestasinya, dan seorang pejabat yang memperjuangkan pembaharuan di daerahnya. Jadi, kreativitas bukan cuma mainannya penemu, pelukis, komposer, dan agensi periklanan, melainkan hak semua insan.
Omong-omong soal kreativitas, untuk penemuan mencuatlah nama Albert Einstein dan Thomas Edison. Untuk lukisan, nama Affandi dan Michelangelo. Untuk puisi, nama Emha Ainun Nadjib dan Soetardji Calzoum Bachri. Untuk lagu, nama Iwan Fals, dan Titiek Puspa. Untuk film, Mira Lesmana dan P. Ramlee. Untuk lawakan, nama Sys Ns, Tora Sudiro, dan Tukul Arwana. Untuk bisnis, nama Purdi Chandra dan Sukanto Tanoto.
Nah, di manakah letak urgensi kreativitas dalam bisnis praktis? Sebagai pemasar di dalam dan luar negeri, sebagai adviser dan trainer di puluhan institusi nasional, saya melihat sendiri bagaimana pasar beringsut menuju zona ketidakpastian. Juga zona hiperkompetitif. Ironisnya, sebagian pelaku bisnis masih bersenjatakan strategi yang itu-itu saja. Kalau mentok, buntut-buntutnya anggaran promosi yang dihambur-hamburkan, bahkan harga yang dibanting! Ngawur dan ngelantur ‘kan?
Coba ceburi industri biskuit di tanah air. Di dalamnya berkecamuk 185 perusahaan dan 400-an merek. Itu belum termasuk merek-merek gurami dan biskuit-biskuit tanpa merek. Anda bisa sakit kepala ketika harus memilah dan memilih satu diferensiasi yang solid lagi valid. Untuk itulah, Anda meniscayakan kreativitas, yang merupakan salah satu tingkatan dalam kesadaran supra. Soal strategi? Sama saja. Anda tetap perlu kreativitas. Mungkin melalui pemasaran gerilya, repositioning, reengineering, marketing intelligence, dan masih banyak lagi. Bagi saya, terobosan itu tidak selalu berujung pada pemborosan. Dan tanpa terobosan, orang bisa bosan.
Contoh lain. Dicekam oleh persaingan, pelaku bisnis di negara maju malah mengincar nama dan tubuh manusia sebagai ajang promosi. Kreatif ‘kan? Rupa-rupanya, gayung bersambut! Lihat saja, hampir 50 persen responden di Amerika mempertimbangkan untuk menamakan anaknya ‘Coke' atau ‘Kraft' dengan kompensasi setengah juta dolar. Di film Resident Evil: Extinction yang dibintangi oleh Milla Jovovich, seorang gadis malah bernama ‘Kmart'. Terkait logo, beberapa petenis wanita menawarkan diri untuk ditato temporer dan seorang petinju memiliki tato kasino yang permanen. Walaupun bagi pengendara Harley-Davidson dan pemain skateboard, tato logo itu bukanlah barang baru. Itu ‘kan kreativitas cara mereka. Lantas, bagaimana kreativitas cara Anda?
Ippho Santosa adalah Creative Marketer, dengan latarbelakang entrepreneur di bidang properti, musik, makanan, dan penulis bestseller 10 Jurus Terlarang!
sumber :http://www.andriewongso.com/clear
Perlu digaris-bawahi tebal-tebal, sebagai salah satu inventori otak kanan yang paling berharga, kreativitas bukanlah semata-mata soal menguras ide, tetapi juga soal berburu solusi, membalikkan cara pandang, menggebrak perubahan, atau aktivitas sejenis. Contoh konkretnya, seorang ibu rumah tangga yang menata ulang perabot di rumahnya, seorang guru yang memboyong satu alat peraga yang unik di hadapan murid-muridnya, seorang atlet yang menjajal cara-cara baru untuk mendongkrak prestasinya, dan seorang pejabat yang memperjuangkan pembaharuan di daerahnya. Jadi, kreativitas bukan cuma mainannya penemu, pelukis, komposer, dan agensi periklanan, melainkan hak semua insan.
Omong-omong soal kreativitas, untuk penemuan mencuatlah nama Albert Einstein dan Thomas Edison. Untuk lukisan, nama Affandi dan Michelangelo. Untuk puisi, nama Emha Ainun Nadjib dan Soetardji Calzoum Bachri. Untuk lagu, nama Iwan Fals, dan Titiek Puspa. Untuk film, Mira Lesmana dan P. Ramlee. Untuk lawakan, nama Sys Ns, Tora Sudiro, dan Tukul Arwana. Untuk bisnis, nama Purdi Chandra dan Sukanto Tanoto.
Nah, di manakah letak urgensi kreativitas dalam bisnis praktis? Sebagai pemasar di dalam dan luar negeri, sebagai adviser dan trainer di puluhan institusi nasional, saya melihat sendiri bagaimana pasar beringsut menuju zona ketidakpastian. Juga zona hiperkompetitif. Ironisnya, sebagian pelaku bisnis masih bersenjatakan strategi yang itu-itu saja. Kalau mentok, buntut-buntutnya anggaran promosi yang dihambur-hamburkan, bahkan harga yang dibanting! Ngawur dan ngelantur ‘kan?
Coba ceburi industri biskuit di tanah air. Di dalamnya berkecamuk 185 perusahaan dan 400-an merek. Itu belum termasuk merek-merek gurami dan biskuit-biskuit tanpa merek. Anda bisa sakit kepala ketika harus memilah dan memilih satu diferensiasi yang solid lagi valid. Untuk itulah, Anda meniscayakan kreativitas, yang merupakan salah satu tingkatan dalam kesadaran supra. Soal strategi? Sama saja. Anda tetap perlu kreativitas. Mungkin melalui pemasaran gerilya, repositioning, reengineering, marketing intelligence, dan masih banyak lagi. Bagi saya, terobosan itu tidak selalu berujung pada pemborosan. Dan tanpa terobosan, orang bisa bosan.
Contoh lain. Dicekam oleh persaingan, pelaku bisnis di negara maju malah mengincar nama dan tubuh manusia sebagai ajang promosi. Kreatif ‘kan? Rupa-rupanya, gayung bersambut! Lihat saja, hampir 50 persen responden di Amerika mempertimbangkan untuk menamakan anaknya ‘Coke' atau ‘Kraft' dengan kompensasi setengah juta dolar. Di film Resident Evil: Extinction yang dibintangi oleh Milla Jovovich, seorang gadis malah bernama ‘Kmart'. Terkait logo, beberapa petenis wanita menawarkan diri untuk ditato temporer dan seorang petinju memiliki tato kasino yang permanen. Walaupun bagi pengendara Harley-Davidson dan pemain skateboard, tato logo itu bukanlah barang baru. Itu ‘kan kreativitas cara mereka. Lantas, bagaimana kreativitas cara Anda?
Ippho Santosa adalah Creative Marketer, dengan latarbelakang entrepreneur di bidang properti, musik, makanan, dan penulis bestseller 10 Jurus Terlarang!
sumber :http://www.andriewongso.com/clear
0 komentar:
Posting Komentar