Sabtu, 17 Maret 2012

bila mahasiswa UGM jadi pengusaha


Anehnya, dari kantor kecil itulah Syam mengembangkan berbagai macam bisnisnya, mulai dari lesehan, cafe, bisnis jamur, pupuk kompos dan biogas, bata hingga gerabah kotoran sapi. �Sekarang omsetnya sekitar Rp 500 juta per bulan. Dari rumah kompos saja omsetnya bisa Rp 150 juta per bulan, �kata Syam.
Kendati begitu, Syam tetap berpenampilan sederhana. Dia masih suka berjalan kaki. Di samping membuatnya sehat, berjalan kaki juga sering kali melahirkan ide-ide yang kelak bisa menjadi bisnis. Lihatlah, pada saat dia berjalan di sekitar kampus, dia melihat banyak sampah berserakan. Tanpa sadar lahir gagasannya untuk membuat pupuk kompos. �Dari sampah yang banyak di UGM itu lahirlah ide saya untuk membuat pupuk kompos,� kata Syam.
Berkat sampah itu, kini Syam sudah memproduksikan pupuk kompos sekitar 100 ton per minggu. Dia menjual pupuk kompos itu ke Palembang.
Kebiasaan baik Syam yang lain adalah, mencari solusi dari setiap masalah yang dia hadapi. Dia tidak mau menunda waktu. Karena itu, tidak jarang dia terlihat bicara sendiri di pinggir jalan. �Pernah salah seorang kerabat ngomong ke ibu saya. Dia bilang kalas saya suka ngomong sendiri. Mungkin itu sudah intuisi saya, untuk menemukan sesuatu yang baru,� tandas Syam. .
***
Semua mahasiswa yang diajak Syam bukanlah mahasiswa sembarangan. Selain memiliki ide, mereka juga harus punya semangat yang tinggi untuk jadi pengusaha. Sebagian besar dari mereka dijadikannya sebagai manajer. Sampai profil ini ditulis, paling tidak sudah 75 mahasiswa dari berbagai fakultas yang sudah diajak Syam. Mereka berasal dari Fakultas Pertanian, Teknologi Pertanian, Farmasi, Teknik, Peternakan serta Ekonomika dan Bisnis. �Kita coba memilih mahasiswa dan melatih mereka membangun bisnis dan menerapkan ilmu yang mereka dipunyai,� ujar anak sulung dari dua bersaudara ini.
Syam tidak menyuruh mahasiswa yang diajaknya bekerja sendiri-sendiri, melainkan membentuk tim. Ini sengaja dilakukannya agar usaha tersebut dapat dikelola dengan dengan baik. Kebanyakan mahasiswa menelorkan ide awalnya, selanjutnya untuk ke arah modal dan pengembangan bisnis banyak diarahkan oleh Syam. Bahkan tidak jarang dia pula yang mencarikan rekan mahasiswa lain agar bersedia bergabung dalam tim.
�Misalnya dalam usaha sosis tempe, mereka belum pernah apa-apa. Mereka juga tidak punya modal. Tapi, mereka ingin jadi pengusaha. Lalu saya carikan tim dan modal. Mereka turun ke lapangan dan menjual,� jelas mahasiswa jurusan Program Studi Agribisnis Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian ini.
Setidaknya terdapat 40 inovasi yang dikembangakan oleh Syam bersana dengan teman-temannya. Usaha tersebut meliputi bidang pakan, pangan energi dan lingkungan. Beberapa produk inovasi unggulan juga sempat dia ditawarkan seperti brownies bekatul, sosis tempe, rosela, steak wortel, wortel boy, dan steak lele.
***
Syam lahir di Medan, 5 November 1984. Sejak umur lima tahun dia hanya tinggal dengan ibunya. Sebab, ayahnya meninggal dunia pada saat itu. Dia berasal dari keluarga sederhana. Ibunya seorang apoteker di Sebuah Puskesmas di Jakarta. Tetapi, semua kesederhanaan itu tidak membuat Syam untuk berkecil hati. Dia malah tertantang untuk menunjukkan bahwa dia juga bisa sukses sebagai pengusaha.
Pada awalnya, Syam membuat keramik dari kotoran sapi. Usaha ini mendapat perhatian negara. Dia berhasil memenangkan kompetisi inovasi pemuda tingkat nasional dan mendapat penghargaan dari Menpora. Berkat ide brilian ini, dia memperoleh sorotan media pers. Dia pun mulai dikenal dan dilirik kalangan pengusaha. Tidak sedikit pengusaha yang mengajaknya untuk membuat usaha ke arah yang lebih serius. Gayung pun bersambut, tawaran pengusaha ini pun langsung disambut baik oleh Syam.
Saat memulai membangun kerajaan bisnisnya, Syam mengaku hanya mengandalkan modal percaya diri untuk menawarkan idenya kepada para calon investor. Dia pun keluar masuk pameran demi pameran dan berkenalan ke banyak orang. �Untuk mencari modal, saya tidak mengalami masalah. Orang memberikan investasi setelah tahu saya dari koran dan tv, lewat facebook, dan mereka mencari nomor telpon saya,� jelasnya.
Penawaran Syam untuk investor pun cukup menarik. Diakui Syam, para investor ini tertarik dengan sistem yang dia tawarkan: dana yang diinvestasikan akan dikembalikan dalam 3 tahun dan setiap enam bulan dicicil dan investor akan memperoleh keuntungan bersih 40 persen setiap bulan.
***
Meski sudah berhasil membangun usaha bisnisnya, Syam masih memiliki keinginan untuk terus memajukan UGM lewat kompetisi mahasiswa di bidang inovasi penelitian dan dan kewirausahaan. Karena itu, mahasiswa yang terlibat dalam ushanaya selalu diikutkan dalam kompetisi tingkat nasional. �Mimpi saya, kalau bisa 10 besar finalis dari UGM semua. Kita ingin menguasai kompetisi bisnis,� katanya.
Kesibukan Syam saat ini lebih banyak bepergian keluar kota. Dia sering diminta oleh para bupati untuk berceramah memberikan motivasi dan mempresentasikan berbagai idenya dalam pengembangan bisnis. Dalam ceramah itu, tidak jarang hadirinnya langsung bertanya soal usaha yang bisa dikembangkan di daerahnya. Beberapa saat lalu dia diundang berceramah ke Manokwari, Kendal, dan Kepahyang.
�Mereka tahu dari mulut ke mulut. Mereka juga melihat saya di media. Mereka kemudian mengundang saya untuk presentasi,� ungkapnya.
Sampai saat ini, Syam sudah berhasil memenangkan sekitar 20 kompetisi tingkat nasional dan internasional. Beberapa ide yang menang itu sudah terwujud menjadi bisnis. Dari bisnis itu, Syam sudah bisa membelikan sebuah rumah di Bogor untuk ibunya. �Ibu saya selalu menangis setiap saya menerima dan memenangkan sebuah penghargaan,� ungkap Syam yang baru-baru ini berhasil menjadi Juara Pertama Kompetisi Dunia di GSVC Universitas Berkeley, California, USA.
Kompetisi itu terselenggara berkat kerja sama Universitas Berkeley dengan Universitas Prasetya Mulia Jakarta dan diikuti oleh 144 negara.

0 komentar:

Posting Komentar